PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Maka jawabannya adalah karena teori dapat berfungsi sebagai kerangka berpikir, teori dapat memberi
dasar dan alasan ketika melakukan intervensi dan tindakan nyata selain itu, teori
dari teori kita juga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan memberikan perlakuan yang lebih baik. Sedangkan
Psikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang berupaya menjelaskan perilaku
manusia. Maka dari itu teori dalam hal ini sangatlah penting. Jadi dari latar
belakang itulah kelompok kami akan membahas mengenai teori-teori yang berkaitan
dengan psikologi perkembangan.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana Psikologi
Perkembangan menurut teori aliran
Psikoanalisis ?
b. Bagaimana
Psikologi perkembangan menurut teori aliran Behavioristik ?
c. Bagaimana
Psikologi perkembangan menurut teori aliran Humanistis ?
d. Bagaimana
Psikologi perkembangan menurut teori aliran Kognitif ?
1.3 Tujuan
Adapun
Tujuan
Penulisan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk Mengetahui Psikologi Perkembangan
menurut teori aliran Psikoanalisis
b.
Untuk Mengetahui Psikologi perkembangan
menurut teori aliran Behavioristik
c.
Untuk Mengetahui Psikologi perkembangan
menurut teori aliran Humanistis
d.
Untuk mengetahui
Psikologi perkembangan menurut teori aliran Kognitif
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Psikologi Perkembangan Menurut Teori Aliran
Psikoanalisis
Aliran psikoanalisis dikomandani oleh Sigmund freud, beserta derivatnya. Aliran ini berasumsi bahwa energi penggerak awal
perilaku manusia berasal dari dalam dirinya yang terletak jauh di alam bawah
sadar. Sigmund freud, pendiri psikoanalis, merupakan ahli
psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya kepada totalitas
kepribadian manusia, bukan kepada bagian-bagiannya yang terpisah. Sigmund freud, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga memiliki struktur jiwa. Struktur
jiwa ini meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda dan masing-masing sistem
ini memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Ketiga sistem ini
meliputi Id, Ego dan Superego.
A.
Id/Es
Sigmund freud mengumpamakan kehidupan psikis sesorang
bak gunung es yang terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di
permukaan laut, adapun bagian terbesar dari gunung ini tidak tampak, karena
terendam dalam laut. Dalam pandangan freud, apa yang dilakukan manusia khususnya
yang diinginkan, dicita-citakan , dikehendaki untuk sebagian besar tidak
disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan ketaksadaran dinamis.
Pada permulaan psikologi modern, kehidupan psikis diidentikan begitu saja
dengan kesadaran. Pandangan ini dipelopori oleh sorang filsup Perancis, Rene Descrates (1596-1650) yang juga dijuluki bapak filsapat modern. Menurut Descrates, anggapan adanya aktivitas psikis yang tidak
disadari merupakan sebuah kontradiksi. Hidup psikis sama dengan kesadaran.
Dalam Id berlaku : bukan aku (subjek) pelakunya, melainkan ada yang melakukan
dalam diri aku. Bagi freud, adanya id telah terbukti terutama
melalui tiga cara.
Pertama, fenomena psikis yang paling jelas membuktikan
adanya Id ialah mimpi. Pada saaat bermimpi, si pemimpi sendiri seolah-olah
hanya merupakan penonton pasif. Ia bukan pelaku. Tontonan ini ditayangkan
oleh ketaksadarannya. Dalam buku Penafsiran Mimpi (1900), bukunya yang pertama freud banyak membahas tentang mimpi. Kedua, bukti lainnya ialah jika
dipelajari perilaku yang seperti biasa-biasa saja alias tak punya arti seperti
perilaku keliru, salah ucap (keseleo lidah) dan lupa. Bagi freud, perilaku-perilaku ini bukan sesuatu yang kebetulan belaka, tetapi
bersumber dari aktivitas psikis yang tak disadari. Misalnya ketua parlemen
Austria pernah membuka sidang sambil berkata : Dengan ini sidang saya tutup,
sembari mengetukan palu. Padahal maksudnya berkata buka, tetapi yang
keluar dari mulutnya justru kata tutup. Mengapa demikian? Karena bagi
sang ketua sidang hari ini cukup berat. Ia ingin agar sidang cepat selesai.
Keinginan yang tak disadari ini mengakibatkan ia keseleo lidah. Ketiga, alasan
paling penting bagi freud untuk menerima adanya alam tak sadar ini
adalah pengalamannya dengan pasien-pasien
penderita neurosis. Secara pisiologis, pasien-pasien ini tidak mengidap
kelainan apapun, namun secara fakta mereka mempunyai berbagai macam gejala
aneh. Freud menemukan bahwa neurosis disebabkan oleh faktor-faktor tak sadar.
Misalnya, seorang wanita muda berusia 21 tahun yang menderita histeria , yang
oleh kebanyakan kita disebut kesurupan (histeria merupakan salah satu contoh
dari neurosis). Untuk beberapa waktu, wanita ini tidak dapat minum air sama
sekali. Untuk menghilangkan rasa hausnya, ia hanya makan buah-buahan saja.
Kedaan ini berlangsung kurang lebih enam minggu. Freud menemukan bahwa penyakit
neurosis dapat disembuhkan dengan jalan menggali kembali trauma psikis yang
terpendam dalam ketaksadarannya.
Menurut freud, Id terdiri dari naluri atau
insting-insting bawaan (ksususnya naluri
seksual), agresivitas dan keinginan-keinginan yang di refresh. Id adalah bagian
kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia, pusat insting (hawa nafsu,
istilah dalam agama). Ada dua insting yang dominan yakni (1) Libido-Insting
reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang
konstruktif ; (2) Thanatos-Insting destruktif dan agresif. Yang pertama disebut
juga insting kehidupan (eros), yang dalam konsep freud bukan hanya meliputi
dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan seperti
kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan dan cinta diri, kemudian yang kedua adalah
insting kematian.
Id bersifat egosentris, tidak bermoral dan
tidak mau tahu dengan kenyataan. Id hanya melakukan yang disukai. Ia
dikendalikan oleh prinsip kesenangan. Pada anak kecil kita dapat melihat bahwa
perilaku mereka sangat dikuasai oleh berbagai keinginan. Untuk memmuaskan
keinginan ini mereka tak mau ambil pusing
tentang masuk akal tidaknya keinginan tersebut. Selain ini, juga tidak
peduli apakah pemenuhan keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang
berlaku. Yang penting baginya ialah keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh
kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang Id. Jadi yang menjadi pedoman
dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar
keeenakan. Untuk menghilangkan ketidakenakan ini Id mempunyai dua cara yaitu
(1) repleks dan reaksi- reaksi otomatis,
(2) proses primer.
B. Ego/Ich
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan
realitas di dunia luar. Egolah
yang menyebabkan manusia mampu menundukan
hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional. Ketika Id mendesak
Anda untuk menampar orang yang telah menyakiti Anda, Ego segera mengingatkan
jika ini Anda lakukan, Anda akan diseret ke kantor polisi karena telah main
hakim sendiri. Jika Anda menuruti desakan Id, Anda akan konyol. Jadi, Ego
adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia
untuk berhubungan secara baik denga dunia kenyataan. Jadi disinilah letak
perbedaanya, Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin) sementara Ego
dapat membedakan sesuatu yang hanya ada dalam batin dan di dunia luar (dunia
objektif, dunia kenyataan).
Aktivitas Ego ini bisa
sadar, prasadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar ialah disadari.
Contoh aktivitas Ego yang disadari adalah persepsi lahiriah dan persepsi
batiniah (saya merasa sedih). Aktivitas prasadar dapat dicontohkan fungsi
ingatan ( saya mengingat kembali nama teman yang tadinya telah saya lupakan).
Adapun aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk mekanisme pertahanan diri
misalnya orang yang selalu menampilkan perangai tempramental untuk menutupi
ketidakpercayaan dirinya, ketidakmampuannya atau untuk menutupi berbagai
kesalahannya. Menurut preud tugas pokok Ego ialah menjaga intgritas pribadi dan
menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga berperan memecahkan
konflik-konflik dengan keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain.
C.
Superego/Uber-Ich
Superego adalah sistem kepribadian terakhir
yang ditemukan oleh Sigmund
freud. Sistem kepribadian ini seolah-olah
berkedududkan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya ialah mengontrol Ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas
Ego, bahkan tak jarang menghantam dan menyerang Ego. Sigmund Freud berkata : sepanjang proses terbentuknya teori analitis, mau tidak mau
harus kami akui adanya sistem kepribadian lain, yang telah melepaskan diri dari
Ego. Kami menyebutnya Superego. Superego merupakan dasar moral dari hati
nurani. Aktivitas Superego terlihat dari konflik yang terjadi dengan Ego, yang
dapat dilihat dari emosi seperti rasa bersalah, menyesal juga seperti sikap
observasi diri, dan kritik kepada diri sendiri. Konflik antara Ego dan
Superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi seperti rasa
bersalah, menyesal dan rasa malu.
DINAMIKA SISTEM KEPRIBADIAN
Struktur kepribadian manusia menurut pandangan psikoanalisis terdiri dari
Id, Ego dan Superego. Pertama, Id merupakan sisitem kepribadian yang Original,
dimana ketika manusia ini dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia
merupakan sumber utama dari energi psikis dan tempat timbulnya insting. Kedua,
Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di sini,
ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah, mengatur, dan
mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti “polisi lalu
lintas” yang selalu mengontrol jalannya Id, Superego dan dunia luar. Ketiga,
superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua sistem
kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak. Di sini
Superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma
moral masyarakat.
Pembentukan Kepribadian akibat mekanisme tersebut secara global yaitu : (1)
apabila rasa Id-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya
akan bertindak primitif, implusif, dan agresif. (2) apabila rasa Ego-nya
menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya bertindak dengan
cara-cara yang realistis, logis, dan rasional. (3) apabila rasa Superego-nya
menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak pada
hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang
kadang-kadang irasioanl.
DEFENCE MECHANISM
Defence mechanism atau mekanisme pertahanan diri, sebagian dari cara
individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress, ataupun konflik ialah dengan
cara melakukan pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar ataupun tidak.
Jadi depence mecanism merupakan bentuk penipuan diri. Berikut ini beberapa
mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar
individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dahsyat
dalam perkembangannya ke arah kedewasaan.
A. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk
menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan
sejenisnya yang menimbulkan kecemasan.
B. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang
terang-terangan ditujukan menjaga agar implus dan dorongan yang ada tetap
terjaga.
B. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Pembentukan reaksi ialah ketika dia berusaha menyembunyikan
motif dan perasaan yang sesungguhnya, menampilkan ekspresi wajah yang
berlawanan dengan yang sebenarnya.
C. Fiksasi
Individu menjadi teriksasi pada satu tahap perkembangan
karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan.
D. Regresi
Regresi merupakan respons yang umum bagi individu bila
berada dalam situasi frustasi, setidaknya pada anak-anak.
E. Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respons yang umum dalam mengambil
sikap.
F. Mengelak
G. Denial (Menyangkal Kenyataan)
H.
Fantasi
I.
Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha
individu untuk mecari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk
membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk.
J.
Intelektualisasi
K.
Proyeksi
APAKAH HATI NURANI = SUPEREGO?
Sebagian besar ahli
berpendapat bahwa Superego tidak dapat disamakan dengan hati nurani. Alasan
untuk tidak menyamakan keduanya adalah karena keduanya digunakan dalam konteks
yang berbeda. Secara implisit ini dapat diperoleh bahwa Superego lebih
digunakan dalam konteks psikoanalitis. Adapun hati nurani lebih digunakan dalam
konteks etis. Aktivitas Superego untuk sebagian besar berada pada tataran
tak disadari. Sebaliknya, hati nurani hanya dapat berfungsi
pada wilayah sadar. Peranan hati nurani dalam kehidupan etis dapat fungsional hanya bila seseorang menyadari rasa
bersalah dan tahu mengapa ia merasa bersalah. Tarap sadar merupakan keharusan
supaya hati nurani dapat berfungsi
dengan baik. Superego diasumsikan sebagai dasar psikologis bagi hati nurani
atau lebih tepat diaktakan bahwa hati nurani merupakan salah satu unsur dalam
Superego.
PSIKOSOSIAL
Menurut Erik Erickson (1963), perkembangan
psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikosial
memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik dan yang tidak baik.
Perkembangan fase selanjutnya tergantung pada
pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya. Adapun tahap-tahap perkembangan
psikososial anak sebagai berikut:
1.
Pecaya Vs. Tidak Percaya (0-1
Tahun)
Apabila pada umur ini tidak
tercapai rasa percaya dengan lingkungan, maka dapat timbul berbagai masalah.
Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untuk meningkatkan rasa percaya
kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekuat yaitu
kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis
dan sosial misalnya anak tidak mendapat respons ketika ia menggigit dot botol.
2.
Otonomi Vs. Rasa Malu dan Ragu
(1-3 Tahun)
Perkembangan otonomi selam
periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak
untuk mengontol tubuh, diri dan lingkungannya. Anak menyadari bahwa ia dapat
menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan keinginannya.
Peran lingkungan pada usia ini ialah memberiakn support/dorongan dan
memberi keyakinan yang jelas.
3.
Inisiatif Vs.
Rasa Bersalah (3-6 Tahun)
Anak mulai memperluas ruang
lingkup pergaulannya, misalnya menjadi aktif di
luar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Bila tuntutan lingkungan
misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan, maka dapat
mengakibatkan anak merasa aktivitas atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul
rasa kecewa dan bersalah.
4.
Industri Vs. Inperioritas (6-12
Tahun)
Anak belajar untuk bersaing (sifat
kompetitif). Kunci proses
sosialisasi pada tahap ini adalah guru dan teman sebaya.
5.
Identitas Vs. Dipusi Peran
(12-18 Tahun)
Tahap ini merupakan masa
standarisa diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umum dan
kegiatan. Peran orangtua sebagai perlindungan dan teman sebaya dipandang
sebagai teman senasib, partner dan saingan.
2.2 Psikologi Perkembangan
Menurut Teori Aliran Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret.
Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulan) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktip (respons) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulan tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Adapun respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi terhadap stimulans.
1.
Teori Behavioristik
Mementingkan faktor lingkungan, menenkankan pada faktor
bagian, menekankan pada tingkah laku yang tampak dengan
menggunakan metode objektif, sipatnya mekanis dan mementingkan masa
lalu.
2.
Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
(S) dan respons (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktipkan organisme untuk beraksi atau
berbuat, adapun Respons adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang. Percobaan Thorndike yang terkenal dengan kucing yang telah
dilaparkan dan di letakan dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka
secara otomatis apabila kenop yang terletak dalam sangkar ini tersentuh.
Percobaan ini menghasilkan teori “trial and error” yaitu bahwa belajar
itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanankan
coba-coba ini, kucing ini cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
tidak mempunyai hasil. Gambaran tentang Stimulus dan Respons :
Dari percobaan ini, Thorndike menemukan hukum-hukum
belajar sebagai berikut :
1. Hukum Kesiapan (law of readiness)
2. Hukum Latihan (law of exercise)
3. Hukum Akibat (law of effect)
3. Ivan
Petrovich Pavlov (1849-1936)
Pavlov mengadakan eksperimen menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Ia mengadakan percobaan
dengan cara operasi leher pada anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya
dari luar. Apabila diperlihatkan sebuah makanan, maka akan keluarlah air liur
anjing tesebut. Dari contoh tersebur dapat diketahui bahwa dengan menerapakan
strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui mengganti cara
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respons
yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus
yang berasal dari luar dirinya.
4. Burrhus Prederic Skinner
(1904-1990)
Skinner melakukan eksperimen tikus, skinner memasukan tikus yang telah
dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang telah dilengkapi
berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu
yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena
dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus
bergerak ke san kemari untuk keluar dari boks, tidak sengaja ia menekan tombol,
makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai
peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
5. Robert Gagne (1916-2002)
Menurut Gagne guru harus mengetahui kemampuan
dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana
dilanjutkan pada yang kompleks sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi.
Prakteknya gaya belajar ini tetap mengacu pada asosiasi stimulus respons.
6. Albert
Bandura ( 1925-masih hidup)
Karena melibatkan atensi, ingatan, dan
motivasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behavior Kognitif. Teori
belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan
psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.
7. Aplikasi
Teori Behavioristik Terhadap Pembelajarn Siswa
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menerapkan teori behavioristik ialah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu :
a. Mementingkan pengaruh lingkungan
b. Mementingkan bagian-bagian
c. Mementingkan peranan reaksi
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil
belajar melalui prosedur
stimulus respons
e. Mementingkan peranan kemampuan yang telah
tebentuk sebelumnya
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui
latihan dan pengulangan
g. Hasil belajar yang dicapai ialah munculnya
perilaku yang diinginkan
2.3 Psikologi Perkembangan Menurut Teori Aliran Humanistis
Humanistis adalah aliran dalam psikologi yang muncul pada
1950-an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini
secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan
konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis.
A. Depinisi
Psikologi humanistis atau disebut juga dengan nama
psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap
pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan
dan aktualisasi diri manusia. Psikologi humanistis dapat dimengerti dari tiga
ciri utama, pertama, psikologi humanistis menawarkan satu nilai yang
baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua,
ia menawarkan pengetahuan yang luas akan kaidah penyelidikan dalam bidang
tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan metode yang lebih luas akan kaidah-kaidah
yang lebih epektif dalam pelaksanaan psikoterapi.
B. Ciri-ciri dan Tujuan Psikologi Humanistis
Empat ciri psikologi yang berorientasi humanistis (Misiak
dan Sexton, 2005) : memusatkan perhatian, menekankan pada
kualitas-kualitas, menyandarkan diri pada kebermaknaan, dan memberikan
perhatian.
C. Konseling dan Terapi
Kunci dari pendekatan ini adalah pertemuan antara terapis
dan klien dan adananya kemungkinan untuk berdialog. Hal ini sering kali
berimplikasi terapis menyingkirkan aspek patalogis dan lebih menekankan pada
aspek sehat dari seseorang. Tujuan dari kebanyakan terapi humanistis ialah
untuk membantu klien mendekati perasaan yang lebih kuat dan sehat terhadap diri
sendiri. Semua ini adalah bagian dari motivasi psikologi humanistis untuk
menjadi ilmu dari pengalaman manusia, yang mempokuskan pada pengalaman hidup
nyata dari seseorang.
2.4 Psikologi Perkembangan Menurut Teori Aliran Kognitif
A. Teori Belajar Piaget
Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan,
perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh anak aktif
memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini guru
adalah pasilitator dan buku sebagai pemberi informasi. Piaget menjabarkan
implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu (1) memusatkan perhatian kepada
cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. (2)
mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan belajar. (3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam
hal kemajuan perkembangan. (4) mengutamakan peran siswa untuk saling
berinteraksi.
B. Teori Belajar Vygotsky
Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari
interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Sedangkan teori
vygotsky yang lain adalah “scaffolding” yaitu memberikan kepada seorang
anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan ini dan memberikan kesempatan kepada anak ini mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar setelah ia mampu mengerjakan sendiri.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori
pembelajarannya yaitu: (1) menghendaki setting kelas kooperatif, sehinnga siswa
dapat berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah
yang epektif. (2) pendekatan vygotsky dalam pembelajaran menekankan scappolding.
Jadi teori belajar vygotsky adalalah salah satu teori belajar sosial
sehingga sangat sesuia dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model
pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antara siswa
dan siswa dan antara siswa dan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan
pemecahan masalah.
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF
Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami
dunianya melalui empat periode utama yang berkolerasi dengan dan semakin
canggih seiring pertambahan usia :
·
Tahapan sensorimotor (usia 0-2 tahun)
·
Tahapan pra-operasional (usia 2-7 tahun)
·
Tahapan operasional konkrit (usia 7-11 tahun)
·
Tahapan operasional formal (usia 11 sampai dewasa)
A. Tahapan Sensorimotor
Tahapan sensorimotor adalah tahapan pertama
dari empat tahapan. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan
kemampuan dan pemahaman spasial penting dalam enam sub-tahapan:
1. sub-tahapan skema repleks
2. sub-tahapan fase reaksi sirkular primer
3. sub-tahapan fase reaksi sirkular
sekunder
4. sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular
sekunder
5. sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier
6. sub –tahapan awal representasi simbolis
B. Tahapan Pra Operasional
Pemikiran pra-operasional dalam teori piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
Ciri-ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika
tidak memadai. Anak dapatmengklasipikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
C. Tahapan Operasional Konkrit
Proses penting selama tahapan ini antara lain
:
Pengurutan : kemampuan untuk mengurutkan objek menurut
ukuran bentuk atau ciri lainnya.
Klasifikasi : kemampuan untuk memberi nama dan
mengidentipikasi serangkain benda menurut tampilannya, ukurannya atau
karakteristik lain.
Decentering : anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek
dari suantu permasalahan untuk bisa memecahkannya.
Reversibility : anak mulai memahami bahwa jumlah atau
benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
Konservasi : memahami bahwa kuantitas, panjang atua
jumlah benda-benda lain ialah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan
dari objek atau benda-benda ini.
Penghilangan sifat
egosentris : kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
D. Tahap Operasional Formal
Tahap operasi formal ialah periode terakhir perkembanagn kognitif dalam
teori piaget. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai pada
tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang
dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
A. Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan tersebut memiliki ciri-ci sebagi berikut:
1. Walau tahapan-tahapan itu dapat dicapai dalam usia bervariasi tetapi
urutannya
selalu sama. Tidak ada tahapan diloncati dan tidak ada urutan
yang mundur.
2. Universal (tidak terkait budaya)
3. Dapat digeneralisasi
4. Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruahan
yang terorganisasi secara
logis
5. Urutan tahapan-tahapan bersifat hierarkis
6. Tahapan merepresentasikan perbedaan secara
kualitatif dan berpikir
B. Proses Perkembangan
Mencakup tiga hal yakni skema,
asimilasi, akomodasi dan ekuilibrum.
C. Isu dalam Perkembangan Kognitif
Isu utama dalam
perkembangankognitif serupa dengan isi
perkembangan psikologi secara umum.
D. Tahapan Perkembangan
1. Perbedaan kualitatif dan kuantitatif
2. kontinuitas dan diskontinuitas
3. homogenitas dari fungsi kognisi
E. Natur dan Nurtur
Nativisme
mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah
dipersiapkan
untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa
kemampuan
kognisi merupakan hasil dari pengalaman.
p. Stabilitas dan
Kelenturan dari Kecerdasan
G. Sudut pandang lain
Teori
perkembangan kognitif neurosains, kontruksi pemikiran-sosial, dan Theory
of
Mind.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada teori-teori psikologi perkembangan tentang empat
teori psikologi yaitu Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistis dan teori Kognitif.
Teori kognitif mempunyai hubungan yang sama yaitu mempelajari tingkah laku dan
proses mental, tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Seperti pada pendekatan
kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, di mana individu
aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan dan menanggapi. Pada pendekatan
psikoanalisis meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh
alam bawah sadar. Behaviorisme menganalisis hanya perilaku yang tampak saja,
yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Sementara humanistis itu sendiri
reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis.
3.2 Saran
Kami memiliki beberapa saran yang mungkin dapat berguna.
Adapun saran ini sebagai berikut:
1. Sebelum mempelajari teori psikologi
perkembangan, perhatian berawal pada
pemahaman yang mendalam bukan hanya melalui pandangan-pandangan
yang
belum dibuktikan.
2. Dalam hal mempelajari perkembangan manusia
dengan lebih mendasar dengan
jangkauan yang lebih kecil, karena membicarakan sudut pandang tersebut
dari
sudut pandang psikologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar